Thursday, January 6, 2011

Mencari Beda Lukisan Asli dan Palsu


Kamis, 06/01/2011 16:56 WIB
Lukisan Basoeki Abdullah Dicuri
Mencari Beda Lukisan Asli dan Palsu 
Nurvita Indarini – detikNews


Asli (atas) palsu (bawah)

Jakarta - Lukisan asli Basuki Abdullah senilai Rp 6 miliar di rumah proklamator Bung Hatta dicuri dan diganti dengan yang palsu. Apa beda lukisan karya pelukis aslinya dengan yang palsu?

"Ada beberapa indikasi suatu lukisan palsu. Bisa dilihat dari media dan tekniknya, lalu dari segi penggayaan atau aliran, kemudian juga kanvasnya," kata Kepala Galeri Nasional Indonesia, Tubagus Andre Sukmana, dalam perbincangan dengan detikcom, Kamis (6/1/2012).

Media, menurut Andre, terkait dengan pigmen seperti cat. Goresan cat baru dengan cat lama tentu berbeda. Lukisan asli yang biasanya diduplikasi, umumnya merupakan karya maestro yang dibuat bertahun-tahun lalu, sehingga catnya sudah lama.

Selain itu, kanvas lama dan baru tentu juga berbeda lantaran mengalami proses oksidasi. Selain itu, setiap pelukis biasanya memiliki gaya sendiri-sendiri. Misalnya saja Basuki Abdullah, adalah pelukis bergaya realis dan naturalis yang punya ciri sendiri saat menggoreskan kuasnya ataupun mencampur catnya.

"Jejak-jejak kuasnya berbeda-beda. Kalau terbiasa melihat karya Basuki Abdullah tentu akan terlihat jejak kuasnya, brush stroke-nya," imbuh Andre.

Sebagaimana maestro lainnya, lukisan Basuki Abdullah merupakan salah satu karya yang sering diduplikasi. Jika ingin mengetahui karakter lukisan cucu Dr Wahidin Sudirohusodo itu, Andre merekomendasikan untuk melihat lukisan di Museum Lukisan Basuki Abdullah.

Peniruan lukisan muncul lantaran sekarang banyak talenta seni lukis yang kurang beruntung. Karena karya baru dan belum dikenal cenderung kurang mendapat apresiasi, akhirnya dengan iming-iming dari kolektor lukisan jahat, kemampuannya digunakan untuk meniru lukisan aslinya.

"Lukisan palsu biasanya ukurannya juga tidak sama dengan yang asli. Bisa lebih kecil atau lebih besar. Karena saat meniru, pelukisnya melihat di buku katalog atau kalender. Kalau yang ukurannya sama persis, berarti sudah diukur dulu lukisan aslinya," jelas Andre.

Duplikasi, menurut Andre, sejauh untuk kepentingan edukasi dibolehkan. Misalnya saja di sekolah tinggi seni rupa di Barat, ada tradisi mahasiswanya diberi pengajaran untuk meniru lukisan asli guna melatih kecakapan, teknik, dan penjiwaan dari tokoh. Karya pelukis yang diduplikasi siswa, sebut saja, Rembrandt Harmenszoon van Rijn.

Rembrandt adalah pelukis Belanda yang menjadi salah satu pelukis terbesar dalam sejarah seni Eropa. Pria kelahiran 15 Juli 1606 ini dikenal karena keahliannya dalam memanipulasi ekspos cahaya terhadap objek. Keahliannya itu memberikan efek tertentu di dalam lukisan.

"Tetapi meniru juga harus punya kode etik. Tanda tangannya ya tanda tangan sendiri, atau diberi catatan tribute siapa. Ini harus konsekuen," imbuh Andre.

Duplikator lukisan yang jahat, sambungnya, adalah yang membubuhkan tanda tangan pelukis asli. Karena itu tandatangan juga jadi faktor penting suatu lukisan. Lukisan asli tentu ditandatangani pelukis aslinya. Di lukisan palsu, tandatangan pelukis asli juga dipalsukan.

"Hukum kita belum ada preseden yang bisa membuat jera pemalsu. Dulu lukisan I Nyoman Gunarsa dari Bali pernah ditiru, dia perjuangkan melalui proses pengadilan tapi kalah," keluh Andre.

Lukisan lama, imbuh Andre, memiliki daya lekat cat ke kanvas yang kuat. Selain itu, bila lukisan itu sangat tua akan terlihat 'retakan seribu' di cat depan yang terlihat seperti sarang laba-laba. Sementara itu, di bagian belakang lukisan akan terlihat jejak retak yang menguning dengan pola melingkar atau seperti ranting pohon.

"Ada juga yang mencoba memalsukan retakan. Dibuat dengan meremas-remas seperti meremas kertas. Tentu saja karena retakannya buatan, tidak sama dengan 'retakan seribu'. Tapi bagi yang tidak familiar (awam) mungkin sepintas tidak tahu," lanjut dia.

Lukisan karya maestro Basuki Abdullah yang berada di rumah proklamator Bung Hatta
di Jalan Diponegoro 57, Jakarta, yang asli diganti dengan yang palsu. Keluarga Bung
Hatta pun rugi sekitar Rp 6 miliar. Kini polisi masih mengejar pelaku. Kapolsek Menteng AKBP Djuwito Purnomo menduga lukisan tersebut sudah berada di luar Jakarta. Polisi telah mencari ke tempat penjualan barang antik, namun belum juga menemukan keberadaan lukisan bergambar penggembala dan kerbau tersebut.