Monday, August 8, 2011

Meski Uzur, Pelukis Hardi Terus Berkarya


Senin, 18 Juli 2011 | 8:03 Suara Pembaharuan

Pelukis Hardi (kiri) dan Dirjen Nilai Budaya Seni Film (NBSF) Kemenbudpar Ukus Kuswara (kanan) memperhatikan lukisan berjudul ”Borobudur” di Galeri Cipta II TIM Jakarta, Minggu (17/7). (Foto: SP/Hendro Situmorang)
 [JAKARTA] Usia tua bukanlah menjadi penghalang bagi seniman untuk berkarya. Pelukis Hardi yang berusia 60 tahun, justru semakin tajam dalam berkreativitas dengan melakukan kritik positif dan konstruktif atas kehidupan melalui karya seni.

Dalam pameran Seni Rupa Restrospektif Hardi 60 Tahun yang bertema ”Seni dan Politik”, sejumlah karya lukisannya dipamerkan mulai 17-26 Juli 2011 di Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Dalam pameran seni rupanya yang merupakan Pameran Tunggal ke XX ini, dipamerkan karya-karya menurut temanya, yang meliputi inspirasi sosial, serta keindahan murni seni dan politik merupakan suatu kredo sejak masuk dalam kancah dunia seni rupa lebih dari 35 tahun yang lalu secara konsisten.

”Saya akan terus berkarya hingga kapan pun. Tak ada batasan bagi saya untuk melukis. Saya mengucapkan terima kasih atas kerjasama yang diberikannya, sehingga pameran yang berbobot dan berkualitas ini dapat terselenggara sukses seperti yang kita harapkan semua. Tema lukisan saya masih tetap berhubungan dengan sosial masyarakat. Karena itu sudah menjadi ciri khas saya”, ungkap Hardi di sela-sela acara pameran, Minggu (17/7) malam.

Ia juga mengatakan bahwa seni lukis di Indonesia sudah sangat berkembang dan mampu menjadi yang terbaik di dunia. Hardi juga mengucapkan terima kasih kepada semua seniman dan semua pihak yang selama ini selalu mendukung karya-karyanya.

“Hardi mempunyai kepercayaan diri yang tinggi. Ia tak mau takluk pada industri lukisan yang kaya rekayasa. Namun, di usia menembus 60 tahun, saya melihat Hardi jauh lebih bijaksana. Pengalaman masa lalu yang penuh mozaik itu, menjadikannya seorang yang arif tentu saja bumbu kritik Hardi tetap terasa di sana sini", kata pemilik penerbit Fadli Zon Library, Fadli Zon.

Dia menjelaskan, beberapa hari sebelum acara, Hardi menyerahkan dua buah koper kliping berisi tulisan-tulisannya dan berita peristiwa tentang aktivitas ataupun karya-karyanya. Dari dalam bundelan kliping tersebut, menurut Fadli, dapat diketahui bahwa Hardi bukan semata pelukis tapi juga penulis yang produktif dan tajam sehingga akhirnya menghasilkan dua buku yang berjudul " Seni & Politik" dan "Seni Uang Rakyat".

Pengamat Sosial
Dirjen Nilai Budaya Seni Film (NBSF) Kemenbudpar Ukus Kuswara mengatakan sosok Hardi sebagai salah satu seniman Tanah Air yang berkarakter.  Seorang tokoh budayawan yang bukan hanya seniman, tetapi juga pengamat sosial yang jernih dan adil dalam mengamati kehidupan bangsa ini.

”Sebagai salah satu anggota Badan Pekerja Kongres Kebudayaan Indonesia (BPKKI), Hardi termasuk seniman yang pantang menyerah dan berani tampil beda.  Seorang  yang tidak suka kata mundur dan siap melawan arus dalam arti positif.  Karakter dan kepribadian yang kuat tercermin dari goresan lukisan beliau yang khas dan beridentitas. Oleh sebab itu pula saya pernah meminta untuk dilukis dan Allhamdulilah beliau bersedia,” ujarnya yang ingin bersama-sama seniman dan budayawan memajukan negeri ini melalui seni dan budaya.

Seni memang tidak harus berdiri sendiri atau menyendiri. Seni dapat  menjadi ekspresi dari berbagai aspirasi masyarakat yang diwakilkan oleh para seniman. Seni dapat menjadi industri dan sumber ekonomi kreatif dan seni juga amat bisa menjadi cara kita untuk membangun kehidupan bangsa yang lebih baik. Bukunya akan menjadi dokumentasi berharga dalam merekam perjalanan seni Indonesia khususnya seni lukis.

”Kita berharap Hardi sering-sering menularkan kepercayaan dirinya tersebut kepada para seniman lainnya terutama para seniman muda, agar mereka semakin rajin berkarya dan berkreasi. Dengan demikian kita akan memiliki semakin banyak tokoh dengan dokumentasi karya-karyanya,” tutup Ukus.  [H-15]

No comments:

Post a Comment